adada

Fastosis FAQ

Fastosis FAQ

Apa itu Ketone ?

Ketone adalah molekul yg dihasilkan Liver dari degradasi lemak (Fatty Acid) sebagai pengganti glukosa diotak dan dapat digunakan oleh semua sel ditubuh manusia kecuali Liver itu sendiri yang hanya menggunakan “Free Fatty Acid” (Lemak Bebas) untuk “substrate” (bahan) metabolismenya.

Semua sel ditubuh manusia dapat menggunakan Ketone atau Free Fatty Acid (Lemak Bebas) untuk dirubah menJadi energi didalam “Mitochondria” (generator energi sel) sebagai pengganti glukosa, namun sel-sel otak hanya mampu menggunakan Ketone saja, dikarenakan hanya Ketone yang mampu menyeberang ke dalam otak, karena cukup kecil untuk menembus “Blood Brain Barrier” (Lapisan Pemisah dan Penyaring darah diotak).

Darimana asal Ketone itu ?

Ketone berasal dari degradasi lemak (Fatty Acid) ditubuh, saat kadar glukosa darah (gula darah) menurun. Ketone hanya diproduksi oleh Liver seperti saat kondisi Puasa, Olahraga dengan intensitas tinggi, dan asupan makanan yang rendah karbohidrat (rendah sumber glukosa).

Ukuran berapa normal Ketone dalam program Fastosis ?

Target optimal Ketone darah pada program Fastosis adalah 2,2 mMol – 6 mMol, atau bila melalui Urinalisa maka targetnya adalah +2 hingga +4

Tahap persiapan awal apa saja yg harus dilakukan saya yg baru menjalani program Fastosis ?‎

Sebelum memulai program Fastosis, persiapkan bahan-bahan utama yang dibutuhkan untuk dikonsumsi di jam puasa dan jam makan, yaitu Immunator Honey® (Optional), Virgin Coconut Oil (VCO) dan Teh Hijau (Green Tea). Lalu mempelajari dengan baik panduan program protokol yang bisa didownload dihalaman depan.

Tanyakan apa saja yang tidak dipahami dari panduan tersebut oleh “pembimbing” di grup Facebook atau Telegram Fastosis, atau pada pemberi referensi program Fastosis ini.

Pemilihan makanan dapat ditanyakan ke senior-senior di Grup Fastosis atau pada pembimbing, diawal memulai program, agar tidak salah dalam memulai program ini dan memberikan hasil maksimal yang di inginkan.‎

Ada berapa jenis Ketone dalam tubuh ?

Ketone atau biasa disebut “Ketone Bodies” terdiri dari 3 molekul yaitu “Acetoacetate”, “Beta Hydroxybutyrate” dan “Acetone”

Apa kaitan Ketone dgn hormon Insulin yg saya kenal ?

Ketone adalah molekul pengganti glukosa yang hanya muncul saat kondisi hormon insulin didarah sangat rendah. Dan saat hormon insulin ini sangat rendah, maka hormon antagonis Insulin yaitu “Glucagon” akan menjadi lebih dominan ditubuh, dimana hormon Glucagon dan Adrenaline akan memicu “Lipolysis” yang merupakan degradasi Triglyceride untuk dirubah menjadi Free Fatty Acid dan Glycerol, yang selanjutnya akan dirubah diliver menjadi Ketone (dari Free Fatty Acid) dan Glukosa (dari Glycerol).

Dimana dan kapan Ketone muncul dalam tubuh ?

Ketone diproduksi secara eksklusif di Liver dari degradasi lemak (Fatty Acid) dan hanya diproduksi saat cadangan “Glycogen” (simpanan Glukosa) di Liver telah habis, karena digunakan untuk metabolisme saat kondisi Puasa, atau makan rendah karbohidrat (sumber glukosa).

Mengapa kita butuh Ketone ?

Ketone dibutuhkan saat kondisi Puasa, Defisit Kalori atau makan dengan pola rendah karbohidrat. Dimana dengan hadirnya Ketone ini, maka rendahnya kadar Glukosa Darah (gula darah) tidak akan memicu reaksi “Hypoglycemic” (gejala rendah gula darah). Dan saat Ketone menggantikan glukosa diotak, maka sel otak akan menggunakan Ketone untuk metabolisme energinya. Ketone memiliki “Potensial”energi yang lebih besar dibanding glukosa, dan metabolisme Ketone ini akan mengurangi ekses Radikal Bebas (Reactive Oxygen Species – ROS) dari hasil Oksidasi didalam sel (didalam Mitochondria) sehingga otomatis akan menurunkan level Inflamasi (Iritasi) yang terjadi didalam otak. Hal ini berlaku pula diseluruh tubuh, dimana saat semua sel-sel ditubuh menggunakan Ketone sebagai pengganti Glukosa, maka kadar Radikal Bebas (ROS) akan menurun.

Apa maksudnya Rejection dan Selection dalam program Fastosis ?

REJECTION (Penolakan) adalah kondisi dimana Sistem Immune manusia menjadi sensitif untuk mengenali abnormalitas ditubuh, seperti kehadiran dan keberadaan sel-sel yang abnormal. Sel abnormal ini dapat berupa Pathogen (Virus, Bakteri, Jamur dan Parasit), Kanker/Tumor, Sel Rusak/Menua, dan sel-sel yang terinfeksi.

Rejection ini dipicu oleh “Challenge”(Tantangan) yang dihasilkan oleh Immunator Honey, saat menyentuh lapisan Mukosa (Mucosal) ditubuh, seperti jalur “Oral” (lidah, gusi, dibawah lidah/sublingual, rongga mulut, esophagus, “Intranasal” (dalam hidung), “intraotitis” (dalam telinga), “intraocular” (mata), “intrarectal” (jalur anus), “intravaginal” (jalur vagina) dan “subcutaneous” (luka terbuka/dibawah kulit) “Challenge” yang dihasilkan saat Immunator Honey menyentuh lapisan mukosa ini, akan memicu “Antigen Receptor” pada seluruh sel-sel immune ditubuh menjadi “Sensitif” (Melek) dan akan membuat sel-sel immune bisa mengenali kehadiran sel-sel “abnormal” lain ditubuh. Efek identifikasi yang dihasilkan ini akan memicu “Immune Response” terhadap sel-sel abnormal tersebut, dan akan menginisiasikan proses “Rejection” untuk meng”eliminasi” sel-sel ini.

Efek “Sensitifikasi” sistem immune ini tidak hanya sebatas “Rejection” saja, namun juga memicu “Toleransi” (Immuno-Tolerance) pada kondisi seperti Autoimmune, Allergy dan Hypersensitivitas. Selain itu kondisi “Sensitif” ini akan mencegah terjadinya “Over Inflammation” (Inflamasi Berlebih) yang mungkin dihasilkan oleh “Respon Immune” yang “abnormal” ditubuh dan malah menimbulkan efek “negatif” terhadap kesehatan.

Kondisi “Sensitif” ini juga akan memicu “Pembersihan” terhadap “Impurities” (kotoran/racun) yang ada ditubuh, seperti penumpukan “Plaque” (plak) pada arteri, materi sel-sel rusak atau tidak fungsional, antigen asing yang menempel dipermukaan sel normal (pemicu autoimmunitas), radikal bebas (ROS), protein/lemak yang teroksidasi, glycation (pelengketan glukosa/karamelisasi), dan berbagai materi lainnya yang mengganggu keseimbangan (Homeostasis) ditubuh. Hal ini dilakukan melalu proses yang disebut “Phagocytosis”, yaitu proses pembersihan ditubuh yang dilakukan oleh sel immune (Phagocytes) seperti “Macrophage”.

Efek “Sensitifikasi” ini juga memicu “Rejuvenation” (perbaikan/regenerasi/reverse aging), dimana sensitifikasi sel-sel immune akan memicu proses “Signalling” (komunikasi) melalui “cytokine” berlangsung dengan cepat. Saat sel-sel immune membersihkan lokasi masalah yang terindentifikasi, maka signal-signal perbaikan dilokasi tersebut akan memicu kehadiran berbagai unsur “Regenerasi Sel” yang akan dilanjutkan dengan Regenerasi ulang terhadap sel-sel yang bermasalah sebelumnya. Dan hal ini akan memicu “Restorasi” kembali terhadap fungsionalitas sel-sel yang sebelumnya bermasalah atau kehilangan fungsinya akibat suatu hal, seperti contohnya infeksi, oksidasi radikal bebas, glycation, dsb.

SELECTION (Seleksi) adalah kondisi dimana metabolisme lemak (Fat Metabolism) yang membutuhkan “Mitochondria” (Generator Energi didalam sel Manusia/Mamalia) dan Defisit Kalori yang dihasilkan Puasa, akan memicu “Selektivitas” terhadap keberadaan sel-sel abnormal ditubuh. Seleksi ini akan terjadi pada sel-sel yang bersifat terlalu “Anabolic” (Berkembang/Bertumbuh Pesat) seperti :

  1. Sel Kanker/Tumor – Yang merupakan sel “Malignant” yang hanya bisa menggunakan “Glukosa” (dari sumber Karbohidrat), untuk metabolismenya. Ini terjadi karena sel Kanker merupakan sel yang telah mengalami “disfungsi” atau “kerusakan” pada “Mitochondria” nya, sehingga sel Kanker hanya dapat menggunakan “glukosa” untuk dipakai sebagai “Bahan Bakar” penghasil energi, melalui jalur “Fermentasi” (Lactic Acid Fermentation) dimana jalur metabolisme dengan fermentasi ini tidak membutuhkan “Oksigen” seperti halnya jalur metabolisme sel normal yang menggunakan “Mitochondria” sebagai “Generator Energi” yang membutuhkan proses Oksidasi dengan Oksigen untuk menghasilkan energi.Output dari proses “Fermentasi Glukosa” sel kanker ini adalah Energi dan Lactic Acid/Lactat (Asam Laktat). Dimana asam laktat ini akan kemudian akan memicu “Pengentalan Darah” dan “Penurunan PH darah” ditubuh. Asam Laktat ini juga akan “Menaikkan” glukosa darah dari efek “Recycle” terhadap asam laktat ini di liver untuk dirubah kembali menjadi Glukosa (Cori Cycle).Output dari metabolisme sel normal yang menggunakan jalur “Mitochondria” untuk memproses “Glukosa” (Karbohidrat), “Lemak” (Fatty Acid), “Ketone”, dan “Protein” (Amino Acid), akan menghasilkan Energi dan ekses metabolisme berupa CO2 (Karbon DiOksida) dan H2O (Air).
  2. Sel Glycolytic (sel yang bersifat sangat aktif menggunakan glukosa dan menjadi independent atau ketergantungan dengan glukosa untuk metabolismenya)Contoh sel-sel seperti ini adalah sel-sel yang terinfeksi dan sel-sel yang rusak/menua yang mengalami penurunan fungsionalitas ditubuh. Sel-sel ini akan “Terseleksi” oleh kondisi “Defisit Kalori” dan “Rendahnya keberadaan glukosa” ditubuh.Sel normal yang mengalami “Infeksi” akan mengalami penurunan fungsi “Mitochondria” dan juga akan menggunakan jalur “Fermentasi” seperti halnya yang terjadi pada “sel Kanker”. Sifat “Glycolytic” ini merupakan sifat yang dimiliki “sel primitif” seperti “Pathogen” yang diduplikasi didalam sel normal yang di “infeksi” oleh pathogen tersebut. Ini sebabnya saat infeksi berlangsung, maka produksi “asam laktat” pun akan turut meningkat ditubuh, dan biasanya diikuti dengan kenaikan level glukosa darah saat Infeksi ini berlangsung.
  3. Sel-sel Immune yang Abnormal (Autoimmune)Respon Immune abnormal yang terlihat pada berbagai kasus autoimmune merupakan ekspresi dari aktivitas “glycolytic” yang tinggi pada sel-sel immune. Dengan kondisi rendah glukosa dan kalori defisit yang diciptakan oleh Fastosis, akan menggeser differensiasi sel-sel immune abnormal ini menjadi respon immune yang anti inflamasi, dimana bahan bakar lemak (fatty acid) akan menjadi pemicu utk mengubah tipe sel-sel immune tersebut dari “autoreactive” menjadi “tolerance” (toleransi terhadap sel normal ditubuh)

Mengapa dalam program Fastosis ini Lemak atau Cholesterol harus menjadi asupan utama dibanding Karbo dan Protein ?

Lemak merupakan “substrate” bahan bakar yang paling ketogenic. Dimana lemak hanya memiliki 10% komposisi glycerol yang bisa dirubah menjadi glukosa. Ini berarti lemak memiliki sifat yang sangat rendah kemungkinannya untuk bisa memicu Insulin (Insulinogenic), maupun untuk dirubah menjadi glukosa (Glucogenic)
Protein merupakan “substrate” yang menjadi “building block” utama dalam “sintesis” sel-sel baru, seperti untuk regenerasi sel dan untuk perbaikan sel. Namun protein memiliki 56% komposisi “amino acid” yang bersifat “Glucogenic” yang artinya dapat dirubah menjadi glukosa melalui jalur “Gluconeogenesis”. Ini juga berarti bahwa 56% komposisi protein bersifat “Insulinogenic”.
Karbohidrat merupakan “substrate” yang paling tinggi komposisi nya untuk dirubah menjadi glukosa ditubuh. Dimana karbohidrat memiliki 100% komposisi yang dapat digunakan dalam langsung untuk proses “Glycolysis” (metabolisme glukosa di cytoplasma). Hal ini menyebabkan Karbohidrat memiliki sifat 100% “Glucogenic”, yang otomatis juga akan bersifat 100% “Insulinogenic”.
Dalam program Fastosis, kunci utama nya adalah Puasa. Dimana kondisi puasa adalah kondisi yang sangat rendah hormon “Insulin”, namun merupakan kondisi yang tinggi hormon “Glucagon” (antagonis insulin yg diproduksi juga di pancreas). Saat di jam puasa, kondisi rendah insulin ini akan memicu glucagon untuk lebih aktif memicu degradasi lemak (Lipolysis) untuk energi, sedangkan kemunculan respon insulin akan membatalkan proses ini.
Lalu saat di jam makan (feeding window) pada program Fastosis, respon insulin tetap ditekan dengan memilih rasio makronutrisi yang tinggi Lemak, dan rendah protein/karbohidrat. Tujuannya agar level hormon glucagon tetap dominan ditubuh, dan tidak mengganggu proses atau adaptasi pada metabolisme “ketogenesis”.
Ketogenesis yang optimal akan memberikan suplai “ketone” yang optimal didarah, sehingga menciptakan kondisi ketosis yang sempurna dan dapat “mereverse” berbagai problem yang sebelumnya terjadi akibat “Surplus Energi” dari glukosa yang memicu tinggi konsentrasi Radikal Bebas (ROS), memicu pelengketan/karamelisasi di tubuh (Glycation) dan berbagai abnormalitas/anomali lainnya akibat kondisi tinggi glukosa didarah.

Mengapa dalam program Fastosis ini harus juga mengkonsumsi rutin VCO dan Madu Immunator ? Bukankah madu itu gula ?

VCO merupakan jenis lemak yang memiliki rantai karbon yang pendek (Medium Chain Triglyceride/MCT) yang mudah di pecah oleh Liver menjadi “Glycerol” (bahan pembuat glukosa) dan “Fatty Acid” (bahan metabolisme lemak dan untuk diproses lebih lanjut menjadi “Ketone” di liver).
Supplementasi dengan VCO ini, jelas akan menolong proses transisi tubuh menuju metabolisme lemak, dimana Liver akan lebih cepat memproduksi “Ketone” untuk segera menggantikan posisi glukosa yang mulai hilang ditubuh dalam Fastosis. Hal ini penting untuk membentuk “Transisi Halus” dari metabolisme glukosa ke metabolisme lemak ditubuh, dan mencegah efek “Hypoglycemic” yang mungkin terjadi atau menimbulkan gejala yang berlebihan. Namun seiring proses adaptasi “Ketosis” yang lebih sempurna, yang biasanya terjadi setelah periode 3 bulan program, maka VCO dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan dalam program. Karena saat sudah beradaptasi dengan Lemak dalam bentuk apapun, seperti terhadap tipe “Medium Chain Triglyceride” (MCT) maupun “Long Chain Triglyceride” (LCT). Tipe LCT ini merupakan tipe yang paling dominan ditubuh manusia, dimana LCT ini merupakan tipe yang paling banyak ditemukan pada jaringan penyimpan lemak manusia (Adipose Tissue).
Immunator Honey merupakan “alat” yang digunakan diprogram untuk membentuk “Conditioning” terhadap sistem immune manusia untuk selalu “Melek” (sensitif), sehingga mampu memicu identifikasi terhadap segala “abnormalitas” ditubuh. Abnormalitas ini dapat berupa kehadiran sel-sel “antigenic” seperti “pathogen” maupun “sel kanker”.
Abnormalitas ini juga dapat berupa kondisi “Inflamasi” berlebihan yang terjadi sebelumnya, akibat sel-sel immune yang bersifat “overreaktif” dan “inflammatif”. Kondisi “sensitif” yang dipicu Immunator Honey, akan mengembalikan keseimbangan respon immune dan mencegah terjadinya “Over-Inflammasi” dalam “Usaha” sel-sel immune membereskan masalah yang ada “sebelumnya” (Existing Problem/abnormalitas). Kondisi “sensitif” ini akan mengoptimalkan “proses perbaikan” yang akan berlangsung, namun tetap menjaga “intensitas” respon immune agar tidak menyebabkan “Over-Inflamasi” yang bersifat “Negatif” dan justru akan melukai “Host” (tubuh) nya sendiri. Hal ini diperoleh saat semua receptor dipermukaan sel-sel immune menjadi meningkat kesensitifannya dan dapat mengatur proses “Signalling” antar sel lebih baik (Negative Feed Back Loop). Sehingga respon immune untuk perbaikan kondisi, menjadi lebih terkontrol dan menciptakan “Thermostat” alami yg dapat mencegah terjadinya “Indikasi Over-Inflamasi” yang mungkin terjadi.
Sel-sel Immune yang telah sensitif ini juga akan memperhalus transisi menuju kondisi “Ketosis”, dimana kemungkinan kemunculan gejala “Hypoglycemic” akan terkontrol dan tidak menyebabkan efek “inflamasi” lanjutan ditubuh. Hal ini diperoleh dari efek sensitifitas sistem immune yang mampu mencegah terjadinya “Over-Inflamasi” seperti yang telah dijelaskan sebelumnya diatas.
Sensitifikasi sistem immune ini juga memicu “aktivitas” sistem immune manusia yang lebih “Aktif”. Dimana kondisi “Aktif” ini akan membuat konsumsi “Energi” menjadi lebih besar ditubuh, akibat kebutuhan energi yang diciptakan oleh sel-sel immune yang menjadi aktif “Bergerilya” (Immuno-Surveillance) untuk mencari “antigen-antigen asing/abnormal” ditubuh, seperti antigen dari “pathogen” maupun “sel kanker”.
Aktivasi sistem immune ini juga akan memicu proses pembersihan (Phagocytosis) terhadap “kotoran-kotoran” (impurities) ditubuh, seperti halnya proses “Scavenging” yang dilakukan oleh “Macrophage” pada “Plak” di arteri pembuluh darah. Aktivitas pembersihan ini memicu peningkatan kebutuhan “energi” ditubuh.
Dengan demikian, secara “overall” aktivasi sistem immune jelas akan meningkatkan kebutuhan energi (metabolisme) ditubuh, dan akan menciptakan “Kalori Defisit” yang lebih “Besar”.
Kalori Defisit ini akan mempercepat proses pembersihan (konsumsi) glukosa ditubuh, dan akan “Mempercepat” proses “Transisi” ke kondisi “Ketosis” yang diharapkan.
Immunator Honey merupakan “Alat” yang digunakan untuk memicu “Sensitifikasi” sistem immune, dimana hal ini dapat terjadi disaat “Tubuh” mengalami “Ancaman”. Immunator Honey menggunakan protein yg berasal dari Colostrum Sapi, yang diproses secara “Ultrafiltrasi” sehingga menghasilkan ukuran partikel yg sangat kecil (Dalton Size). Ukuran I sangat kecil untuk bisa meniru ukuran protein pada “antigen” Virus. Antigen Virus merupakan protein yg dilapisi Glukosa (Glycosylated Viral Protein – Glycoprotein), sehingga agar protein dari colostrum sapi ini bisa meniru bentuk dari antigen Virus, maka protein yang telah di “Ultrafiltrasi” ini di “Infused” (Inkubasi) dengan madu, sehingga akan membentuk proses “enzymatic” yang memicu perekatan Glukosa dari Madu pada permukaan protein tersebut.
Inilah tujuan mengapa Immunotherapy yang dihasilkan oleh Immunator Honey, harus menggunakan media Madu sebagai “Pembawa” nya (Carrier).
Efek yang dihasilkan oleh “Ancaman Fiktif” dari Immunator Honey, akan membuat sistem immune menjadi “Waspada” (Alert). Disinilah proses “Sensitifikasi” sel-sel immune terjadi, dimana kondisi Alert ini akan menyebabkan sel-sel immune menjadi “Aktif” bergerilya mencari “Antigen-Antigen non-Self” (antigen asing atau malignant) dilingkungan “Microcellular” didalam tubuh (Immuno-Surveillance).
Respon Immune yang dihasilkan Protein berlapis glukosa ini akan menimbulkan “Alert” di sel-sel immune Adaptif, seperti CD4 (T-Helper Cells), CD8 (T-Killer Cells), CD56 (NK-Cells) dan CD19 (B-Cells). Dimana “Lymphocte Subset” ini adalah sel-sel immune yang bertugas “Menseleksi” dan “Mencari” sel-sel yang terinfeksi ditubuh dan juga sel-sel yang bersifat “Malignant” (sel Kanker).‎

Ada berapa tahapan program Fastosis ini? Mengapa dibuat seperti itu ?

Fastosis terdiri dari 3 tahap, yaitu Fase Induksi, Fase Konsolidasi dan Fase Maintenance.
Fase Induksi
Fase Induksi adalah fase dimana tubuh dipicu untuk menggunakan dan menghabiskan semua cadangan glukosa dalam bentuk “glycogen” pada massa otot dan liver ditubuh. Tujuannya agar setelah “glycogen” ini habis, maka tubuh akan menginisiasikan pembentukan “Ketone” di liver sebagai bahan bakar pengganti glukosa di seluruh tubuh, terutama untuk sel-sel otak.
Target utama dari fase Induksi adalah memperoleh keseimbangan “gula darah puasa” dibawah 80 mg/dL, dimana dengan memiliki gula puasa serendah itu dan dengan syarat tidak mengalami gejala “Hypoglycemic” di level tersebut, telah membuktikan bahwa tubuh sudah beralih menggunakan “Lemak” (Free Fatty Acid) dan “Ketone” sebagai sumber bahan bakar dominan ditubuh. Puasa merupakan kunci utama dalam program Fastosis, sehingga penguasaan terhadap jam puasa merupakan “Target Utama” didalam program ini. Puasa wajib dilakukan minimal selama 16 jam pada fase induksi, dimana disarankan untuk berhenti makan sebelum jam 8 malam dan bisa makan kembali setelah jam 12 siang di keesokan harinya. Dengan demikian otomatis hanya sarapan yang dihilangkan dari kebiasan makan sehari-hari. Kondisi puasa adalah kondisi dimana hormon insulin menjadi sangat rendah, dan sebaliknya hormon glucagon menjadi dominan ditubuh. Kondisi puasa juga merupakan kondisi dimana pencernaan manusia beristirahat, sehingga usus tidak lagi mengkonsumsi banyak energi untuk digunakan dalam proses mencerna makanan padat. Untuk mencapai hal ini, maka sudah pasti hanya sumber “Lemak” dalam bentuk cair (liquid) yang dapat dikonsumsi sebagai sumber kalori di jam puasa. Dan selain lemak hanya minuman bebas kalori yang dapat dikonsumsi disaat periode puasa. Protein dan karbohidrat dalam bentuk cair sekalipun tidak diperkenankan untuk dikonsumsi di jam puasa, sehingga kondisi puasa menjadi kondisi yang terjaga dari kenaikan hormon insulin akibat asupan minuman.
Lalu disaat jam makan telah datang, fase induksi hanya mengijinkan sumber “Hewani” (Fauna/Dunia Hewan) yang bisa dikonsumsi sebagai makanan dan menghindari semua sumber “Nabati” (Flora/Dunia Tumbuh-tumbuhan) didalam makanan, kecuali hanya sedikit seperti yang terdapat pada bumbu-bumbu masakan seperti contohnya bawang, merica, cabai dan sebagainya (Kecuali yang tinggi karbohidrat seperti gula, kecap, dll).
Hal ini bertujuan untuk memudahkan menjaga batasan sumber karbohidrat yang bisa masuk ketubuh sehingga akan menunda proses pembersihan “glycogen” didalam tubuh. Batas maksimal karbohidrat yang di ijinkan dalam fase induksi hanya 10g, sehingga dengan hanya memilih sumber makanan dari hewani, akan mudah menjaga batasan karbohidrat yang masuk ketubuh.
Sumber serat untuk memperlancar pencernaan dapat diperoleh dalam bentuk yang bebas karbohidrat, seperti contohnya agar-agar, cincau, rumput laut atau suplemen serat lainnya yang tidak memiliki nilai kalori sama sekali atau sangat rendah.

Fase Konsolidasi
Fase konsolidasi adalah fase dimana tubuh diperkenalkan kembali dengan unsur karbohidrat yang berasal dari “Nabati”, dimana sumbernya pun harus memiliki nilai karbohidrat yang cukup rendah, sehingga dapat mempertahankan batasan karbohidrat yang bisa masuk ketubuh dalam fase ini, yaitu dibawah 15g per hari.
Hal ini bertujuan untuk menjaga dan memperkuat kondisi “Ketosis” yang telah diperoleh dari fase induksi sebelumnya, dan sumber karbohidrat dari Nabati yang rendah ini, tidak akan mudah mengisi kembali “Glycogen” di seluruh tubuh, terutama pada liver.
Dalam fase ini, seharusnya gula darah puasa tidak mudah kembali terpicu untuk naik diatas 80 mg/dL, karena penambahan karbohidrat dari makanan tidak seharusnya mengisi kembali “glycogen” ditubuh yang menyebabkan keseimbangan gula darah naik. Namun bila didapati kenaikan gula darah puasa di fase ini, maka di wajibkan mengulang kembali ke fase induksi untuk memperkuat kembali kondisi “ketosis” nya lebih dahulu, sebelum kembali menggunakan fase konsolidasi yang mengijinkan penambahan sumber Nabati sebagai tambahan menu dimakanan.
Untuk memudahkan pemilihan sumber Nabati yang rendah Karbohidrat, maka disarankan untuk mengkonsumsi jenis sayuran yang tinggi serat saja, seperti yang terdapat pada unsur daun-daunan, batang, dan bunga pada tumbuh-tumbuhan. Hindari konsumsi sumber Nabati yang berasal dari akar-akaran, buah-buahan, biji-bijian dan bagian lainnya dari tumbuh-tumbuhan yang memiliki kandungan tinggi karbohidrat.
Dalam fase konsolidasi ini, jam puasa wajib ditambah menjadi minimal 18 jam, karena dikondisi “ketosis” seharusnya sudah lebih mudah bagi tubuh untuk mengakses sumber lemak cadangan (body fat) dan bisa efektif menggunakannya sebagai sumber energi ditubuh, tanpa banyak memerlukan penambahan sumber energi dari asupan makanan. Fase konsolidasi ini bertujuan untuk memantapkan kemampuan tubuh dalam menggunakan energi lemak yang tersimpan di jaringan lemak, sehingga tubuh akan beradaptasi dengan kondisi tanpa makanan lebih lama.
Fase Maintenance
Fase Maintenance adalah fase pemeliharaan kondisi “Ketosis” yang optimal, dimana difase ini batasan karbohidrat yang masuk bisa lebih tinggi dibanding fase-fase sebelumnya. Dalam fase ini seharusnya gula darah puasa telah terpantau stabil dibawah 80 mg/dL, dimana penambahan sumber Nabati yang berasal dari sayur-sayuran tinggi serat, tidak memicu kenaikan gula darah puasa.
Oleh sebab itu fase ini mengijinkan adanya penambahan sumber Nabati dari unsur buah-buahan yang rendah nilai karbohidratnya, seperti contohnya buah-buah masam seperti jenis beri.
Namun konsumsi buah-buahan rendah karbohidrat ini harus tetap dibatasi agar tidak melewati batasan total karbohidrat sehari yang di ijinkan di fase ini, yaitu dibawah 20g perhari.
Pada fase ini, efektifitas penggunaan lemak cadangan didalam tubuh seharusnya sudah sangat optimal, sehingga puasa wajib dinaikkan menjadi minimal 20 jam sehari. Dengan demikian akan sangat mudah di fase ini untuk mempertahankan kondisi “ketosis” yang optimal, dimana jam makan (feeding window) yang tersedia akan cukup pendek untuk membatasi masuknya sumber energi dari makanan, dan mengoptimalkan penggunaan sumber energi dari lemak cadangan ditubuh.
Selama fase maintenance, tubuh akan menjadi sangat efisien dalam menggunakan sumber energi yang tersedia dari lemak cadangan, dan akan membentuk “adaptasi” terhadap kondisi tanpa makanan yang sangat efektif. Kemampuan bertahan hidup tanpa makanan akan menjadi sangat tinggi, sehingga tubuh akan memasuki kondisi selektivitas yang sangat tinggi terhadap sel-sel abnormal yang terlalu boros energi, seperti pada sel kanker, patogen, sel rusak/menua, dan sel-sel over aktif lainnya yang biasanya bersifat “inflamatif” ditubuh. Di level ini, kadar inflamasi ditubuh akan menjadi sangat rendah dan menciptakan tingkat kesehatan yang sangat optimal. Karena dengan kemampuan tubuh untuk menciptakan kondisi “efisiensi tinggi” dari rendahnya sumber energi dari makanan, maka hanya sel-sel normal dan sehat lah yang bisa bertahan didalam tubuh dikondisi seperti ini.

Benarkah Karbohidrat itu bukan unsur Essential yg dibutuhkan tubuh? Mengapa ?

Karbohidrat merupakan sumber glukosa ditubuh yang diperoleh dari makanan. Sedangkan glukosa merupakan molekul/substrate yang dapat diproduksi sendiri oleh tubuh disaat tidak ada sumber glukosa yang dikonsumsi dari makanan.
Tubuh dapat membuat sendiri glukosa yang dibutuhkan melalui proses “Gluconeogenesis” (pembuatan gula baru) yang terjadi di liver. Dimana glukosa diperoleh dari konversi “Glycerol” yang dipecah dari rantai “Triglyceride” (Lemak) yang diperoleh dari makanan maupun cadangan ditubuh. Lalu “Amino Acid” (Protein) juga dapat dirubah menjadi glukosa ditubuh menggunakan proses yang sama di liver.
Sumber lain yang dapat digunakan sebagai “bahan/substrate” untuk membentuk glukosa ditubuh adalah “asam laktat” (Lactic Acid) yang diperoleh dari hasil metabolisme energi oleh sel darah merah (Erythrocyte) dan sel otot yang mengalami kondisi rendah oksigen (Hypoxia) seperti saat berolahraga yang membuat otot mengalami “Kontraksi” dan menyebabkan oksigen berkurang dilokasi sel-sel otot yang bekerja. “Asam Laktat” ini dirubah menjadi glukosa kembali melalui proses yang disebut “Cori Cycle” di liver, dan glukosa yang dihasilkan akan diedarkan kembali kedarah melalui liver.
Acetone yang merupakan “by product” pada proses pembentukan “ketone” diliver saat dalam kondisi “Ketosis”, juga dapat dikonversi kembali menjadi glukosa dengan cara membentuknya kembali menjadi “asam laktat” melalui detoxifikasi di liver dan menggunakan proses “cori cycle” untuk dirubah kembali menjadi glukosa didarah.
Semua sel ditubuh manusia dapat menggunakan “Fatty Acid” (Lemak) maupun “Ketone” sebagai sumber bahan bakar yang menghasilkan energi didalam sel-sel tubuh. Namun ada beberapa jenis sel yang tidak bisa menggunakan bahan bakar lain selain glukosa, yaitu sel darah merah (Erythrocyte) dan 20% dari sel otak manusia yang masih primitif. Hal ini disebabkan sel-sel tersebut tidak memiliki “Mitochondria” (generator energi didalam sel), sehingga proses metabolismenya merupakan metabolisme glukosa yang menggunakan jalur “Fermentasi” yang menghasilkan “Asam Laktat” dan tidak memerlukan oksigen untuk meng”oksidasi” glukosa seperti halnya pada sel-sel lain ditubuh yang memiliki “Mitochondria”.
Dalam kondisi Ketosis, tubuh akan memproduksi glukosa yang hanya cukup dan sesuai dengan kebutuhan sel-sel yang memerlukannya seperti sel darah merah dan 20% sel otak ini, sehingga tidak akan ada kelebihan glukosa ditubuh seperti halnya saat diperoleh secara manual dari asupan makanan. Kondisi kenaikan glukosa di darah akibat konsumsi karbohidrat berlebih dari makanan, otomatis akan menaikkan level gula darah ditubuh, dan kemudian akan membutuhkan hormon insulin untuk kembali menekannya masuk kedalam sel-sel ditubuh untuk menjaga keseimbangan level gula darah yang aman ditubuh. Gula darah yang terlalu tinggi ditubuh akan sangat berbahaya bagi keseimbangan “kimiawi” didarah, karena glukosa merupakan molekul yang bersifat “Reductant” (dapat mereduksi elektron dari molekul lain) terhadap “protein” dan “lemak” didalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan “ketidak-stabilan” pada molekul-molekul lain dan membuat molekul lain yang “tereduksi” tersebut, menjadi mudah mengalami “Oksidasi” dari molekul radikal bebas (Reactive Oxygen Species) yang turut hadir didalam tubuh. Ini yang menyebabkan terjadinya “Pengerasan” (Hardening) pada molekul yang sebelumnya tidak memiliki sifat “Keras/Kaku” ditubuh, seperti contohnya unsur protein yg seharusnya “elastis” dan unsur lemak yang seharusnya “lembut dan licin”.

Apa itu Glycation? Mengapa saya tidak pernah dengar sebelumnya dari dokter ?

Glycation adalah penempelan/pelekatan yang terjadi antara protein atau lemak terhadap molekul glukosa yang mengakibatkan fungsionalitas dari suatu “biomolekul” menjadi terganggu.
Glycation ini dapat disebut sebagai “karamelisasi” gula terhadap sel-sel ditubuh seperti halnya pada lapisan “collagen” di dinding pembuluh darah yang menyebabkan pengerasan, permukaan molekul LDL yang dapat menyebabkannya “teroksidasi” dan mudah menempel di arteri pembuluh darah, permukaan sel-sel immune yang menyebabkan “receptor” nya terganggu dan membuat sel immune menjadi salah sasaran atau tidak mengenali antigen lawan, lapisan “Myelin” pada syaraf diotak dan seluruh tubuh yang menyebabkan “demyelination”, permukaan sel-sel di retina mata, pengerasan “Crystallin” pada lensa mata, kerusakan pada “Beta-cell” di pancreas sebagai sel yang memproduksi insulin, dan berbagai sel-sel lainnya diseluruh tubuh.

Apa efek Glycation bagi kesehatan tubuh saya ?

Glycation ini adalah efek dari “Hyperglycaemia” yang terjadi setiap saat manusia mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah besar. Semua sumber karbohidrat akan dipecah terlebih dahulu menjadi “Monosaccharide” seperti “Glucose”, “Galactose” dan “Fructose” di usus kecil, sebelum didistribusikan keseluruh tubuh. Konsentrasi tinggi dari molekul Glucose, Galactose dan Fructose ini didarah, akan menyebabkan proses “Glycation” terjadi diseluruh tubuh, dimana akan terjadi penempelan di rantai “Nitrogen” (N-Terminal) pada molekul protein di sel-sel tubuh. Dalam jangka panjang, efek “Glycation” ini merupakan akar dari penyebab terjadinya “Pathologis” dari berbagai macam penyakit, seperti contohnya penyakit cardiovascular, diabetes, hormon imbalance, autoimmune, neurodegeneratif dan kanker.

Jika saya menjalankan program Fastosis ini, apakah saya masih harus berolahraga ?

Olahraga merupakan usaha yang dilakukan manusia untuk menciptakan “Hormesis”.
Hormesis ini adalah salah satu proses yang memicu “stress” ditubuh, namun bertujuan untuk meningkatkan “Kapasitas” tubuh dalam membentuk “Resistansi” terhadap stress disel-sel tubuh. Dengan demikian olahraga akan menciptakan “Homeostasis” (Keseimbangan) yang lebih baik saat sel-sel ditubuh telah menjadi “Kebal” terhadap berbagai situasi “stress” yang dapat menyebabkan kerusakan. Contohnya akibat “Oxidative Stress” akibat radikal bebas ditubuh. Olahraga juga akan menciptakan “sensitivitas” terhadap “Insulin” ditubuh, sehingga sel-sel ditubuh akan mudah menyerap dan menggunakan glukosa yang beredar didarah dengan cepat, dan menghindari “Hyperglycaemia” yang bisa terjadi akibat konsumsi karbohidrat dalam jumlah besar. Kesensitifan insulin ini merupakan kebalikan dari “Insulin Resistance” dimana merupakan pathologis penyakit yang menyebabkan kondisi gula darah mudah meningkat. Dan jika insulin resistant sudah terjadi, maka “Glycation” lah yang akan menjadi masalah kedepannya dan memicu efek domino yang mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit kronis di masa depan.
Program Fastosis ini sangat menganjurkan untuk mengaplikasikan olahraga secara rutin di jam puasa (Fasting Window). Dimana dengan berolahraga pada saat puasa akan menciptakan “Demand” yang tinggi terhadap energi, dan akan memicu tubuh melepaskan cadangan lemak sebagai bahan bakar disaat puasa. Selain itu, “demand” yang diciptakan ini akan memicu produksi “Ketone” yang lebih tinggi didarah, sehingga akan membuat jam puasa menjadi mudah dilalui tanpa rasa lapar atau lemas. Olahraga dalam kondisi “Ketosis” sangat berbeda dengan kondisi metabolisme glukosa konvensional. Dimana pada metabolisme glukosa, olahraga akan mempercepat pengosongan “glycogen” dan memicu gejala “Hypoglycaemic”.
Sedangkan dalam kondisi “Ketosis”, olahraga justru memicu produksi “ketone” yang akan meningkatkan level energi di jam puasa.
Olahraga saat jam puasa ini, juga akan memicu pembersihan “Glycation” yang lebih cepat ditubuh, sehingga memudahkan untuk memperoleh dan mempertahankan level gula darah optimal didalam program Fastosis, yang ditargetkan untuk mencapai dan bertahan dibawah 80 mg/dL

Mengapa saya harus berpuasa dalam program Fastosis ini ?

Puasa dalam program Fastosis, adalah salah satu usaha untuk menciptakan “Defisit Kalori” yang menyebabkan pengosongan “Glycogen” diseluruh tubuh. Saat cadangan glycogen di liver telah habis, maka tubuh akan menginisiasikan proses “Ketogenesis” di liver, untuk memproduksi “Ketone” sebagai pengganti glukosa di seluruh tubuh, terutama bagi sel-sel otak.
Kondisi puasa adalah kondisi dimana level hormon insulin sangat rendah, yang otomatis akan memaksimalkan level hormon glucagon sebagai antagonisnya. Hormon glucagon ini yang akan memicu proses “Lipolysis” (degradasi lemak) yang stabil setiap saat dalam program Fastosis.
Puasa juga akan mempercepat pembersihan terhadap “Glycation” yang pernah terjadi di gaya hidup sebelumnya yang mengkonsumsi tinggi karbohidrat dalam diet sehari-harinya. Pembersihan “Glycation” ini akan mempercepat tercapainya level gula darah optimal yang di targetkan di program Fastosis, yaitu dibawah 80 mg/dL
Puasa merupakan kondisi dimana pencernaan tidak bekerja, sehingga energi yang tersedia ditubuh bisa dialihkan untuk keperluan lain seperti perbaikan sel-sel ditubuh yang rusak, aktivitas sel-sel immune untuk melawan ancaman dan membersihkan racun-racun ditubuh, dan juga memicu regenerasi sel-sel ditubuh yang menghasilkan efek “Reverse Aging”.

Apa itu HC ?

Mengapa bisa terjadi HC jika saya menjalankan program Fastosis ini ?
Healing Crisis (HC) adalah proses dimana tubuh berusaha mengeliminasi dan mengeluarkan segala bentuk kotoran (impurities) yang tersimpan didalam tubuh yang mengganggu keseimbangan (homeostasis) dari fungsionalitas seluruh sel-sel ditubuh.
Hal ini akan terjadi saat sistem immune sebagai fungsi “Rejection” (penolakan), telah “Mengenali” berbagai bentuk abnormalitas ditubuh seperti sel asing (pathogen), sel malignant (kanker), sel terinfeksi, sel rusak/menua/disfungsi, kotoran ditubuh (plak dipembuluh darah, “glycation”, zat-zat kimia). Baca selengkapnya pada postingan Healing crisis .

Jika saya menjalankan program Fastosis ini dimana saya tidak makan Karbohidrat lagi, bukankah ada resiko tinggi saya mengalami Hypoglycemic ?

Tidak, karena program Fastosis bertujuan untuk mengubah metabolisme konvensional manusia modern yang ketergantungan dengan sumber energi karbohidrat untuk memperoleh glukosa, menjadi metabolisme lemak yang dapat menggunakan sumber energi yang berasal dari lemak.
Saat tubuh manusia sudah bisa menggunakan lemak dengan efektif, maka tidak akan ada lagi gejala yang disebut “Hypoglycemic”, karena tubuh akan memiliki molekul yang disebut “Ketone”, dimana molekul ini akan menggantikan fungsi glukosa ditubuh manusia terutama untuk kebutuhan metabolisme energi di otak.
Ketone ini tidak hanya diperoleh dari lemak yang dikonsumsi dari makanan, namun ketone ini sangat mudah diperoleh dari seluruh cadangan lemak yang dimiliki manusia.
Ini sebabnya metabolisme manusia yang memiliki “Ketone” didarahnya, tidak akan mengalami Hypoglycemic dan tidak akan membuat manusia ketergantungan dengan makanan setiap saat.
Saat manusia hanya bisa menggunakan sumber energi makanan yang hanya berasal dari Karbohidrat, maka sudah pasti akan sangat ketergantungan oleh makanan. Karena karbohidrat atau glukosa, tidak akan bisa disimpan dalam jumlah besar ditubuh. Glukosa yang disimpan dalam bentuk “Glycogen” di massa otot dan liver akan habis dalam 1 x 24 jam, dan akan mudah memicu “Hypoglycemic” saat substrate energi ini habis. Jika manusia dikembalikan ke masa dimana makanan itu dicari atau diburu, maka sudah pasti metabolisme glukosa yang mengandalkan karbohidrat ini tidak akan bisa bertahan lama, untuk mendukung proses/usaha/waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh sumber makanan. Gejala Hypoglycemic yang selalu muncul akan sangat merusak dan kontradiktif dengan segala aktivitas yang membutuhkan energi, seperti usaha mencari makanannya.
Manusia akan menjadi mahluk yang sangat lemah dikondisi Hypoglycemic, dan tidak akan mudah selamat dalam kondisi-kondisi kekurangan pangan akibat bencana alam misalnya. Kemampuan “survival” rendah yang dimiliki manusia dengan metabolisme glukosa ini, tidaklah mencerminkan bagaimana manusia dimasa lalu bisa berevolusi melalui berbagai kondisi dibumi.
Metabolisme lemak yang dihasilkan program Fastosis, akan mengembalikan kemampuan “Survival” manusia sebenarnya, dimana manusia ditakdirkan untuk mampu menggunakan Lemak sebagai sumber energi utamanya. Dimana tidak ada gejala-gejala seperti Hypoglycemic yang akan menghambat aktivitas dan usaha manusia untuk “mencari” makanan dan bertahan hidup dikondisi apapun dibumi. Inilah cara hidup manusia sebenarnya yang ditakdirkan sebagai mahluk dengan derajat tinggi yang berada di posisi teratas pada rantai makanan di bumi.

Sebenarnya program Fastosis ini seperti program diet-diet lainnya kah? Jika bukan, dimana dan apa perbedaannya ?

Program Fastosis bukanlah diet semata, program ini mengembalikan cara hidup manusia sebenarnya dimana makanan bukanlah penghambat aktivitas manusia dimuka bumi. Dengan membentuk metabolisme lemak yang dihasilkan dari kondisi penguasaan terhadap puasa yang menggunakan pola makan manusia di masa lalu (Hunter & Gatherer – Pemburu & Pengumpul), maka Fastosis akan mengembalikan kemampuan “Survival” yang tinggi pada manusia modern yang telah menjadi lemah, dan ketergantungan dengan tersedianya bahan makanan setiap saat. Manusia saat ini adalah manusia yang sangat rentan dengan berbagai macam penyakit, terutama penyakit akibat “Surplus Energi” setiap saat. Hal ini terjadi karena efek pola makan yang tinggi Karbohidrat, menyebabkan manusia tidak mampu lagi mengakses cadangan energinya ditubuh yang disimpan dalam bentuk lemak ini, dengan mudah. Karena manusia modern saat ini, akan mudah mengalami gejala saat kehilangan sumber makanan, walau hanya 1 x 24 jam saja. Hal ini terjadi akibat manusia saat ini sangat aktif menggunakan “Hormon Insulin” nya, dimana ini merupakan hormon yang akan selalu muncul setiap mengkonsumsi makanan dengan rasio karbohidrat yang lebih tinggi ditiap makanannya. Hormon insulin ini adalah hormon yang bersifat “Anabolic”, dimana merupakan hormon yang memicu “Pembentukan Lemak” dan akan menghentikan “Pembakaran Lemak”. Saat hormon ini menjadi selalu dominan ditubuh, maka hilanglah kemampuan alami manusia untuk bisa dengan mudah mengakses lemak cadangannya disaat tidak ada makanan tersedia.
Gejala “Hypoglycemic” selalu menimbulkan “Instinct” untuk kembali mencari makanan, dan kondisi dunia saat ini dimana sumber makanan telah ada dan melimpah dimana-mana, membuat manusia dengan mudah memperoleh makanan kembali, untuk meredakan gejala yang muncul akibat “Hypoglycemic.
Inilah faktor utama yang menyebabkan manusia saat ini menjadi sangat lemah terhadap kondisi kekurangan pangan, dan malah akan menciptakan kondisi dimana tubuh manusia akan selalu mengalami “Surplus Energi” setiap saat. Karena itu program Fastosis, akan mengubah kembali kemampuan bertahan hidup manusia dalam kondisi “Defisit Energi” disetiap saat, dimana kondisi defisit energi ini justru akan memicu pembentukan “Resistansi” terhadap berbagai macam penyakit yang bisa muncul dari dalam tubuh, maupun dari ancaman infeksi diluar tubuh. Kondisi kalori defisit yang memicu efektivitas metabolisme lemak, akan membentuk selektivitas alami didalam tubuh manusia, dimana hanya sel-sel yang normal dan sehat saja yang akan dipertahankan. Otomatis kondisi seperti ini akan membentuk tubuh yang sangat kebal terhadap berbagai “stress” yang bisa terjadi akibat kekurangan makanan, serangan infeksi, mutasi sel (malignancy/Cancer) didalam tubuh, dan mencegah munculnya berbagai macam penyakit metabolisme yang terjadi dimasa kini.
Kondisi kalori defisit yang didukung oleh metabolisme lemak, akan sangat mudah dijalani dibandingkan dengan metabolisme konvensional manusia yang mengandalkan sumber glukosa dari karbohidrat. Dimana kalori defisit tidak akan menyebabkan efek negatif seperti halnya yang terjadi pada kondisi metabolisme konvensional yang mengalami “Hypoglycemic” saat terlalu banyak kehilangan glukosa didarah yang hanya “sedikit” untuk bisa disimpan ditubuh dalam bentuk “Glycogen”. Metabolisme lemak akan membuat manusia kembali mudah mengalami kalori defisit tanpa menimbulkan “gejala” apapun, dimana akhirnya kondisi kalori defisit ini yang akan memicu “Selektivitas” tinggi didalam tubuh.

Umur berapa yang cocok bagi saya untuk menjalankan program Fastosis ini ?

Program Fastosis bisa diterapkan di semua umur, hanya perbedaannya adalah aplikasi Puasa nya. Untuk balita dan anak-anak, atau remaja yang masih dalam masa pertumbuhan, tidak memerlukan aplikasi puasanya, dan hanya fokus terhadap pemilihan sumber makanannya. Karena kondisi masa pertumbuhan, sudah pasti membutuhkan surplus energi untuk mendukung proses pertumbuhan yang optimal. Hal ini juga berlaku bagi ibu yang hamil maupun menyusui, dimana surplus energi dibutuhkan untuk pertumbuhan janin dan juga untuk pembentukan ASI ditubuh.
Namun yang perlu dipahami, adalah Karbohidrat bukanlah satu-satunya sumber energi yang bisa dipakai manusia untuk bertumbuh. Karena manusia justru akan memperoleh energi yang jauh lebih besar dari asupan lemak. Lemak memiliki sumber kalori yang lebih besar dibanding makronutrisi lainnya, seperti Karbohidrat maupun Protein. Dimana Lemak memiliki potensial energi sebesar 9 kalori per gram, sedangkan karbohidrat dan protein hanya memiliki potensial energi sebesar 4 kalori per gram.
Lemak merupakan bentuk penyimpanan energi yang paling efektif pada suatu “molekul”, dan lemak hanya bisa dirubah menjadi energi oleh sel-sel yang memiliki “Mitochondria” (Generator energi sel) didalam “Cytoplasma” (tubuh sel) nya. Mitochondria ini hanya dimiliki oleh mahluk derajat tinggi, seperti manusia dan hewan mamalia. Dengan demikian lemak merupakan sumber energi yang paling “Selektif” dalam menciptakan kondisi selektivitas supply energi didalam tubuh.
Ini yang menyebabkan saat tubuh manusia telah kembali memiliki metabolisme lemak, maka akan sulit bagi mahluk-mahluk primitif seperti Pathogen untuk dapat hidup didalam tubuh manusia. Inilah yang membuat tubuh manusia memiliki kemampuan “Anti-Infeksi” alami, dan akan melindunginya dari berbagai ancaman infeksi dari lingkungannya. Anak-anak tidak akan mudah lagi terkena infeksi, dalam proses pertumbuhannya menuju kedewasaan.

Ke depannya, apakah program Fastosis ini bisa menjadi solusi masalah kesehatan yg sedang ‘trendy’ akhir-akhir ini? Seperti stroke, jantung koroner, diabetes, jantung lemah, hiper/hipo tensi ?

Sudah pasti program Fastosis akan membentuk proses “reversal” terhadap berbagai masalah metabolisme di masa kini. Karena program ini merupakan “usaha” untuk mengembalikan kemampuan sistem immune manusia untuk melihat abnormalitas ditubuh, seperti reaksi-reaksi inflamasi berlebihan yang dihasilkan oleh kondisi metabolisme yang buruk. Dan dengan aplikasi puasa dan pola makan yang mendukung metabolisme lemak, maka level radikal bebas ditubuh akan menjadi sangat rendah, dimana radikal bebas inilah yang memicu terjadinya reaksi kimia terhadap molekul-molekul lemak dan protein yang terdapat dalam jumlah besar ditubuh, sebagai struktur utama sel-sel ditubuh manusia. Radikal bebas ini membuat sel-sel ditubuh menjadi reaktif dan berbahaya, karena sifat “Oxidative Stress” yang dapat ditimbulkannya terhadap protein dan lemak ditubuh. Dan sumber pemicu “Oksidasi” terhadap lemak dan protein ini adalah keberadaan molekul “Glukosa” yang tinggi ditubuh, dimana “Glukosa” merupakan molekul “Pereduksi” (Reducing Agent) yang mudah bereaksi dengan molekul lemak dan protein, sehingga menyebabkan ketidak stabilan pada molekul-molekul tersebut. Dasar semua penyakit modern saat ini berasal dari keberadaan glukosa yang dominan digunakan sebagai sumber energi. Dimana metabolisme glukosa, merupakan metabolisme yang selalu menghasilkan “ekses radikal bebas” dalam jumlah besar ditubuh.
Ini sebabnya mengapa tubuh tidak bisa menyimpan glukosa dalam jumlah besar. Karena bila tidak segera dirubah dalam bentuk yang lebih stabil seperti lemak, maka glukosa yang tinggi didarah akan menyebabkan terjadinya “Oksidasi” dalam jumlah besar ditubuh yang akan merusak berbagai sel-sel ditubuh manusia.
Namun dengan pola makan manusia saat ini yang selalu mengandalkan karbohidrat sebagai sumber energi, maka tidak akan mudah untuk mencegah terjadinya “Hyperglycemic” (kenaikan gula darah) disetiap makannya. Dimana disetiap kondisi “hyperglycemic” yang terjadi, akan memicu efek “Glycation” (pelengketan) terhadap molekul-molekul protein dan lemak ditubuh. Dan seiring waktu, efek “Glycation” ini akan menyebabkan “Malfungsi” dari sel-sel yang mengalami “Oksidasi” akibat ketidak-stabilan molekul-molekul tersebut.
Inilah dasar utama penyebab terjadinya “Metabolic Disorder” (Problem Metabolisme) dimasa kini, yang bermanifestasi menjadi berbagai macam jenis penyakit saat ini.
Contohnya adalah “Glycation” yang terjadi pada “Collagen” didinding sel pembuluh darah, yang akan melemahkan dan menyebabkan arteri menjadi kaku (stiff). Bila hal ini terjadi diotak, maka sudah pasti “Stroke” lah akibatnya. Dan saat terjadi diJantung, maka “Arrythmia” lah hasilnya.
Saat efek “Glycation” memicu oksidasi pada “Lipoprotein” seperti LDL, maka efeknya adalah membuat molekul LDL ini terjebak dan membentuk plak dipembuluh darah. Saat ini terjadi, maka problem “Cardiovaskular” seperti jantung koroner lah yang akan terjadi.
Glycation juga akan mempengaruhi “Beta-Cell” pada Pankreas, dimana sel ini merupakan sel penghasil hormon insulin didalam tubuh. Saat ini terjadi, maka sudah pasti output produksi insulin akan terjadi, dan saat seluruh sel lain mengalami “resistansi” akibat hormon insulin yang selalu aktif dari pola makan tinggi Karbohidrat sebelumnya, maka kombinasi ini akan bermanifestasi sebagai penyakit Diabetes yang telah menjadi problem kesehatan global diseluruh dunia.
Penyakit-penyakit “Neurodegenerative” (Penurunan Fungsionalitas Syaraf) merupakan efek yang dihasilkan dari “Glycation” terhadap sel-sel syaraf diseluruh tubuh, terutama diotak. Alzheimer, Parkinson dan berbagai problem syaraf lainnya adalah manifestasi dari efek “Glycation” ini, akibat pola makan tinggi karbohidrat yang tidak bisa terkontrol dengan mudah, dimana surplus glukosa, selalu mudah untuk dialami disetiap makan.
Program Fastosis akan memicu pembersihan ekses glukosa dalam bentuk “Glycation” ini, dimana dengan menimbulkan defisit kalori dan membentuk metabolisme lemak, akan mengikis dan meluruhkan kembali karamelisasi yang telah terjadi, untuk digunakan kembali sebagai sumber energi saat tubuh mengalami defisit kalori.
Dan untuk menciptakan defisit kalori ini, sudah pasti akan sangat mudah bila memiliki metabolisme lemak yang tidak menimbulkan gejala pada kondisi defisit, seperti “Hypoglycemic”.

Adakah panduan atau guideline bagi saya untuk menjalankan program Fastosis ini ?

Panduan untuk menjalankan program Fastosis ini telah didesign dalam bentuk file yang bisa didownload dan bisa dipelajari tata laksana (prosedur) secara protokoler. Panduan program Fastosis, terdiri dari 2 file, yaitu :

  1. Protokol Fastosis, yang merupakan dasar program Fastosis, dalam bentuk “Garis Besar” yang harus diaplikasikan disetiap Fase-Fase yang ditetapkan untuk memperoleh adaptasi terhadap kondisi puasa dengan menggunakan pola makan ketogenic.
  2. Program i-KetoFast, yang merupakan rincian dari “step by step” melaksanakan program disetiap fase, dengan dilengkapi oleh contoh-contoh makanan, jadwal suplementasi, dan berbagai daftar dan catatan penting lainnya seperti, daftar sayuran, daftar buah, daftar sumber lemak dan sebagainya.

Dokter saya mengatakan Ketone itu berbahaya untuk tubuh, karena itu racun (Ketoacidosis)? Mengapa dalam program Fastosis ini malah harus ada dan dipertahankan ?

Ketone ini sering disalah artikan dengan kondisi “Ketoacidosis” dimana ini merupakan kondisi kegagalan sistemik, pada penderita diabetes.
Ketoacidosis, terjadi saat produksi insulin menurun, dan gula darah menjadi tinggi. Namun kondisi insulin rendah ini juga memicu terjadinya degradasi lemak untuk energi dalam waktu yang bersamaan. Hal ini yang menimbulkan kemunculan “ketone” didarah dalam jumlah besar yang di iringi dengan kenaikan gula darah dalam jumlah besar pula, sehingga membentuk pathologis kondisi penyakit yang disebut Ketoacidosis.
Ketoacidosis ini merupakan kondisi dimana “ketone” diproduksi dalam jumlah yang sangat tinggi sekali ditubuh, yaitu diatas 15 mMol, dan selalu disertai dengan tingginya gula darah diatas 200 mg/dL.
Kondisi Ketosis yang dialami oleh pelaku program Fastosis, adalah kondisi dimana terbentuk ketone akibat “conditioning” terhadap kondisi puasa dan pola makan ketogenic (Nutritional Ketosis), dimana otomatis ketone yg dihasilkan merupakan hasil dari penurunan kadar hormon insulin dan glukosa didarah, yang memicu naiknya hormon glucagon sebagai hormon pendukung metabolisme lemak. Penurunan glukosa darah memicu penggunaan energi lemak sebagai sumber penghasil ketone diliver, dimana ketone diproduksi untuk menggantikan glukosa yang berkurang di otak, sehingga saat ketone telah mendominasi kebutuhan energi diotak, tidak akan ada kemunculan gejala “Hypoglycemic”.
Efek ketone yang dihasilkan program Fastosis, tidak akan pernah melebihi dari 7 mMol darah, namun standar target keefektifan program, menetapkan jumlah ketone darah yang minimal harus mencapai 2,2 mMol. Dimana ini berarti telah terjadi penguasaan terhadap kondisi puasa dengan pola makan ketogenic yang diaplikasikan. Program Fastosis mengutamakan jumlah gula darah puasa yang harus mencapai nilai dibawah 80 mg/dL, dimana ini berarti kondisi gula darah rendah tidak akan mempengaruhi kondisi metabolisme ditubuh yang telah beradaptasi dengan kondisi puasa. Dengan level gula darah yang rendah ini, maka otomatis akan mempercepat “selektivitas” terhadap sel-sel abnormal ditubuh, serta memicu perbaikan menyeluruh yang menggeser keberadaan berbagai sel ditubuh yang tidak “keep up” dengan kondisi kalori defisit dan metabolisme lemak yang digunakan. Contohnya adalah sel-sel yang bersifat “Anabolik” seperti sel-sel immune yang inflamatif, sel-sel malignant (kanker), sel-sel terinfeksi atau pathogen, sel-sel rusak/menua, dan berbagai sel abnormal lainnya ditubuh.

Dalam program Fastosis ini, disarankan banyak minum, bagaimana dengan yang mengalami masalah gagal ginjal? Apakah bisa mengikuti ?

Tujuan untuk banyak minum pada program Fastosis ini adalah akibat efek “diuretic” (frekuensi urinasi tinggi) yang diakibat kan oleh lepasnya kadar air yang terikat oleh “Glycogen” yang hilang dari tubuh saat habis digunakan untuk metabolisme energi saat kita tidak lagi mengkonsumsi karbohidrat.
Glycogen ini akan mengalami “Glycogenolysis” yang merupakan proses metabolisme “glycogen” untuk digunakan sebagai “substrate” (bahan baku) metabolisme didalam sel, sehingga molekul air (H2O) yang terikat akan lepas keperedaran tubuh, dan disekresikan oleh ginjal melalui urin.
1 gram “Glycogen” mengikat 3 gram air, sehingga tubuh akan kehilangan air 3 kali lipat lebih banyak saat “Glycogen” ini habis digunakan dan dilepas lewat urin.
Namun dalam kondisi “Nephropathy” (gagal ginjal) dimana urin tidak dapat disekresikan dengan sempurna, maka otomatis kadar air pun tidak akan mudah hilang dari tubuh. Sehingga efek metabolisme dari “Glycogen” ini tidak akan menyebabkan dehidrasi pada penderita gagal ginjal.
Dan otomatis jumlah cairan yang dibutuhkan oleh penderita gagal ginjal akan sangat berbeda dengan orang lain yang memiliki ginjal yang lebih sehat dan mudah melepas cairan tubuh lewat urin.
Penderita gagal ginjal yang mengikuti program Fastosis, tetap dapat membatasi asupan cairan seperti saat masih menggunakan pola makan dengan diet konvensional. Karena penderita gagal ginjal tidak akan kehilangan cairan sebanyak orang lain yang memiliki ginjal lebih sehat yang juga menjalankan program Fastosis ini.
Dan program Fastosis ini dapat “Reverse” (mengembalikan) kembali fungsi ginjal yang menurun sebelumnya. Gagal ginjal itu disebabkan oleh “Oxidative Stress” yang dialami oleh sel-sel diginjal, dikarenakan oleh tinggi nya kadar glukosa didalam darah, maupun akibat infeksi yang menyerang sel-sel di ginjal. Program Fastosis yang memberi efek penurunan glukosa didarah secara signifikan tanpa efek samping seperti “Hypoglycemic” otomatis akan menurunkan level “Oxidative Stress” pada sel-sel ginjal, dan immunotherapy pada program Fastosis akan membersihkan unsur infeksi pada sel-sel diginjal.
Kondisi selektivitas terhadap sel-sel yang mengalami infeksi atau kerusakan, juga akan memicu regenerasi sel-sel ginjal baru, dimana kadar HGH (Human Growth Hormones) tinggi yang dihasilkan program Fastosis akan memicu proses “Regenerasi” sel-sel rusak ditubuh lebih cepat dibanding kondisi dalam diet konvensional biasa yang sulit menciptakan regenerasi sel dengan cepat.

Bagaimana menjaga keseimbangan nutrisi (makro dan mikro) dalam tubuh saya jika saya menjalankan program Fastosis ini, apalagi mengingat hanya boleh lemak yang boleh masuk di tahap pertama ?

Nutrisi untuk manusia itu merupakan komposisi antara Makronutrisi dan Mikronutrisi.
Makronutrisi adalah nutrisi yang dibutuhkan dalam jumlah besar, dalam bentuk satuan ukuran berat “Gram” (g) setiap hari.
Mikronutrisi adalah nutrisi yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, dalam bentuk satuan ukuran berat “miligram” (mg) setiap hari.
Nutrisi itu adalah substansi yang terdapat pada makanan yang menyediakan komponen Struktural, Fungsional dan Energi bagi tubuh manusia.
Nutrisi “Essensial” (Essential Nutrition) adalah nutrisi yang harus diperoleh dari makanan, karena tubuh manusia tidak dapat membuatnya sendiri dalam jumlah yang cukup, untuk memenuhi kebutuhannya setiap hari.
Serat atau Fiber tidaklah dikategorikan sebagai Nutrisi, karena bukanlah unsur essensial yang dibutuhkan untuk mempertahankan kehidupan manusia.
Nutrisi Essensial yang diperlukan oleh manusia, adalah sebagai berikut:
1) Air
2) Energi yang diperoleh dari Lemak, Protein atau Karbohidrat. Namun tidak ada yang disebut “Karbohidrat Essensial” sebagai sumber energi, karena “Glukosa” dari sumber “Karbohidrat” dapat dengan mudah dibuat (sintesis) sendiri oleh tubuh manusia dalam jumlah yang cukup.
3) 9 Asam Amino/Amino Acid yang Essensial (Protein) adalah Histidine, Isoleucine, Leucine, Lysine, Methionine, Phenylalanine, Threonine, Tryptophan, Valine
4) 2 Asam Lemak/Fatty Acid yang Essensial (Lemak) adalah Alpha linolenic Acid (Omega 3) dan Linoleic Acid (Omega 6)
5) 13 Vitamin yang dibutuhkan dalam jumlah kecil ditubuh adalah Vitamin A, Vitamin B1, Vitamin B2, Vitamin B3, Vitamin B5, Vitamin B6, Vitamin B7, Vitamin B9, Vitamin B12, Vitamin C, Vitamin D, Vitamin E, dan Vitamin K
6) 7 Makro Mineral yang dibutuhkan dalam jumlah kecil ditubuh adalah Calcium, Phosphorus, Potassium, Sulfur, Sodium, Chlorine, dan Magnesium
7) 8 Trace Mineral yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil ditubuh adalah Iron, Cobalt, Copper, Zinc, Manganese, Molybdenum, Iodine, Bromine dan Selenium
Dari semua nutrisi essensial diatas, akan sangat mudah ditemukan dalam sumber Hewani, dibandingkan sumber Nabati.
Sumber hewani memiliki “bio-availabilty” dari nutrisi yang sangat jauh lebih tinggi dibandingkan sumber Nabati, sehingga hampir tidak mungkin terjadi defisiensi akan Nutrisi Essensial yang dibutuhkan oleh tubuh.
Kandungan Protein dan Lemak akan sangat mudah ditemukan pada sumber Hewani, begitu pula mikronutrisi seperti Vitamin dan Mineral.
Serat bukanlah bagian dari Nutrisi Essensial, karena serat tidak bisa diserap oleh tubuh sebagai Nutrisi yang bisa memberikan fungsi struktural maupun energi. Namun serat dapat membantu membentuk “massa” bagi feses yang mencegah terjadinya konstipasi di awal adaptasi program Fastosis ini.
Oleh sebab itu serat yang dianjurkan pada awal fase induksi adalah sumber serat yang tidak memiliki atau sangat kecil kandungan karbohidrat serap (Net Carb) nya, seperti agar-agar, cincau, rumput Laut, atau suplemen-suplemen serat yang bebas karbohidrat serat seperti inulin dan psyllium husk.

Saya biasa mengkonsumsi sayur dan buah untuk mempertahankan asupan serat dan menjaga kesehatan pencernaan (BAB). Jika saya menjalankan program Fastosis ini, bukankah kesehatan pencernaan saya akan sangat terganggu ?

Protokol Fastosis terdiri dari 3 fase yaitu fase induksi, fase konsolidasi dan fase maintenance.
Fase Induksi merupakan Fase yang menitik beratkan pada konsumsi sumber hewani sebagai makanan pada jam makannya, dimana sumber nabati tidak di ijinkan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kondisi dimana asupan karbohidrat yang otomatis akan sangat rendah (Net Carb < 10g / hari), dan akan mempercepat proses pembersihan “Glycogen” diseluruh tubuh terutama di liver, sehingga akan mempercepat proses “Ketogenesis” yang diharapkan dalam program Fastosis ini.
Saat mengkonsumsi makanan dengan tinggi nutrisi seperti lemak dan protein, maka sudah bisa dipastikan nutrisi ini akan terserap lebih banyak diusus. Karena usus manusia sangat efektif dalam memecah protein dan lemak menggunakan enzyme pencernaan, sehingga memudahkan penyerapan diusus. Hal ini sudah pasti akan mengurangi jumlah massa feses yang biasa didapatkan saat masih mengkonsumsi karbohidrat dan sayuran, dimana serat adalah jenis karbohidrat yang tidak bisa diserap oleh usus manusia, karena struktur glukosa nya yang lebih rapat dan tidak larut dengan air. Oleh sebab itu saat awal program berlangsun